DPR Bahas Peralihan PPPK Jadi PNS dalam Revisi UU ASN, Pro dan Kontra Muncul
Zsmart.id - Rapat Komisi II DPR RI pada Rabu (24/9) menjadi sorotan publik, khususnya tenaga honorer dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Ikatan Pendidik Nusantara (IPN) dan Forum PPPK (F-PPPK), Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menyatakan kesiapannya membahas kemungkinan peralihan status PPPK menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
Pernyataan ini memicu diskusi luas. Sebagian pihak menilai hal tersebut merupakan peluang besar bagi PPPK yang merasa belum memperoleh hak yang sama dengan PNS, terutama terkait perlindungan hukum, jenjang karier, dan jaminan pensiun. Namun, sebagian lainnya menganggap langkah tersebut bisa mengganggu keadilan dalam sistem rekrutmen ASN yang selama ini berlangsung melalui jalur tes CPNS yang ketat.
Dalam RDPU, aspirasi yang banyak disuarakan adalah agar peralihan status PPPK menjadi PNS bisa dilakukan tanpa tes tambahan. Alasan yang diajukan, antara lain karena PPPK telah melewati seleksi berbasis Computer Assisted Test (CAT), sudah mengabdi bertahun-tahun, dan sebagian mendekati usia pensiun sehingga terkendala aturan batas usia CPNS.
Meski demikian, publik masih terbelah. Banyak warganet menolak wacana otomatisasi tanpa tes karena dianggap merendahkan standar seleksi ASN. Sebaliknya, ada juga yang mendukung dengan alasan keadilan dan kesejahteraan bagi jutaan PPPK di Indonesia.
Revisi UU ASN sendiri sudah lama direncanakan untuk menyesuaikan kondisi pasca penghapusan tenaga honorer pada 2023. DPR menegaskan, usulan peralihan status masih harus dibicarakan bersama pemerintah. Beberapa opsi yang muncul untuk menghindari kecemburuan sosial adalah: seleksi khusus dengan standar lebih fleksibel, pengakuan masa kerja sebagai poin tambahan, atau pemberian hak pensiun meski tetap berstatus PPPK.
Wacana peralihan PPPK menjadi PNS memang menyentuh isu sensitif: keadilan dan kesejahteraan. Dari sisi PPPK, aspirasi mereka wajar karena telah mengabdi lama, mengikuti seleksi resmi, dan tetap merasa ada diskriminasi hak dibandingkan PNS. Namun, jika peralihan dilakukan otomatis tanpa mekanisme seleksi, risiko kecemburuan sosial dan turunnya standar meritokrasi akan muncul.
Baiknya, solusi tengah seperti seleksi ulang khusus dengan memperhitungkan masa kerja adalah langkah paling realistis. Dengan begitu, kualitas ASN tetap terjaga sekaligus memberi penghargaan atas pengabdian PPPK. Selain itu, pemerintah juga sebaiknya serius mempertimbangkan pemberian hak pensiun bagi PPPK agar persoalan utama terkait kesejahteraan bisa terselesaikan meskipun status tetap berbeda.
Yang terpenting, revisi UU ASN jangan hanya fokus pada perubahan status, tetapi juga pada menciptakan sistem kepegawaian yang adil, transparan, dan berorientasi pada pelayanan publik.
Post a Comment for "DPR Bahas Peralihan PPPK Jadi PNS dalam Revisi UU ASN, Pro dan Kontra Muncul"